Surat Untuk Firman Utina dari ES.ITO
Ini Link ke sebuah tulisan yang benar-benar baik dan sangat menggugah.
http://itonesia.com/surat-untuk-firman/
Surat Untuk Firman Utina dari ES.ITO
Ketika membaca ini, saya sedang tidak bersahabat dengan tubuh. Asam lambung tinggi, keringat dingin, mual, lidah terasa pahit dan apapun bentuk penyakitnya menjadi sangat tidak bersahabat terlebih dengan mood yang begitu kacau. Tepat jam 9 pagi, (ketika rutinitas saya membaca timeline di twitter) saya membaca twit dari Bang Indra Jaya Piliang yang mengatakan:
"Wajib BACA »» RT @es_ito: "surat untuk firman utina " http://bit.ly/fsjdco #es_ito"
Rasa penasaran saya menjadi puncak ketika sakit sudah menjadi nomer dua. *Berlebihan, tapi serius saya penasaran*
Begini isinya:
Surat untuk Firman Utina
Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.
Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!
Apa perasaan kita sama kawan? Mari sama-sama membangkitkan solidaritas dan cinta untuk bangsa dengan cara yang wajar. Do'a KAMI untuk TIMNAS Garuda!!!
copas yaa..hihihi
BalasHapussaluutt bwt miss ginski,,pikiran qt sama ..
BalasHapusberikan kegembiraan bwt sejuta rakyat qt yg miskin teladan .. piala hanya simbol tp jiwa yg besar yg patut digambarkan di tengah2 senayan besokk ..
doaku jg bwt TIMNAS Garuda ..
by: Bhagol di bdg .. (kami merindukan lapangan bola yg dulu bsa kami pakai kpn saja tanpa bayar) lap SD 2 YKPP
Mas Bhagol, ini tulisan dari ES.ITO yang aku publish... salut sama beliau ya:) thx buat sharing yah mas. hidup YKPP. nah lohhh :))
BalasHapusIzin pos ke Fb yaaa :)
BalasHapussepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa,
BalasHapussebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan....
LUAR BIASA!!
pundak mereka para pemain sepak bola,tidak terlalu kuat untuk
...menanggung dosa2 negeri ini..
kalo kata bang iwan fals :
"Garuda bukan burung perkutut,
Sang saka bukan sandang pembalut,
Dan coba kau dengarkan,
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut,
Yang hanya berisikan harapan,
Yang hanya berisikan khayalan"
dalam sepak bola hanya ada dua ideologi..
ketika menang kita berusaha untuk mempertahankan kemenangan,
dan ketika kalah kita berusaha untuk menjadi menang...
dan sebuah PROSES mrupakan detik paling berharga atas semua itu..
karena sepak bola instan sangat tidak baik untuk para garuda kecil dan penerus firman dkk kelak..
yg pasti solidaritas dan nasionalsme tidak bisa di naturalisasi..
Garuda itu sementara kuletakan di saku kameja,
agar lebih dekat ke dada..
suatu saat akan ku masukan ke hati,
aku janji..
(so proud of you FL..)Lihat Selengkapnya
sekitar satu menit yang lalu · Suka