Kebanggaan dan Solidaritas #AFF
Hari ini, 29 December 2010 adalah final Asian Federation Football atau AFF antara Indonesia dan Malaysia. Ketika Indonesia di tanggal 1 Desember menghabiskan gawang Malaysia dengan score 5-1, 26 December Malaysia membalas dengan score 3-0. Ada sebuah kontroversi pada saat pertandingan kedua tersebut. Laser!!! Kiper Indonesia yaitu Markus tiba-tiba protes sehingga permainan sempat ditunda. Bidikan2 laser berwarna hijau alien itu mengganggu konsentrasi Markus pada saat itu dan selama pertandingan berlangsung. Cheating!!! Yah, kecurangan itu pantas di sandangkan di wajah para SUPORTER Malaysia. Memalukan!!! Ketika pertandingan di hentikan selama kurang lebih 5 menit, SUPORTER Malaysia kembali menghujani petasan-petasan ke dalam lapangan pertandingan. Sungguh Memalukan!!! Dihadapan para petinggi Malaysia, SUPORTER Malaysia sendirilah yang membuat MALU bangsa sendiri. Itu tidak menjadi masalah besar, ketika kita sendiri pun mengetahui ada PERMAINAN NAKAL dari wajah busuk para Kriminal Negara. Tidak malu-malu, sikap busuk politisi2 nakal tersebut diketahui oleh Pelatih TIMNAS Indonesia sendiri, Tuan Riedl. Di hadapan beliau, mereka seperti cacing-cacing kepanasan yang justru mencari Garuda. Melakukan pertemuan dengan para TIMNAS dan tidak memperdulikan bahwa esok akan PERANG. Bah, bangsat!!! Sikap licik dan busuk dari para politisi sok berkuasa tersebut yang harus kita perangi. Anak muda Indonesia tidak boleh di doktrin untuk bermimpi menjadi Penguasa. Uang adalah benda paling berharga buat cacing-cacing tersebut. Semakin banyak cacing, tanah akan semakin gembur, mereka akan semakin makmur.
Pertandingan hari ini adalah sikap anak muda Indonesia yang pantang menyerah. Pantang Menyerah melawan struktur-struktur kaku dari politisi2 pengeruk harta. Memperkaya diri sendiri dengan sikap arogan dan egois dan tentu tidak tau malu. Jangan bilang "Lupakan sajalah!" Tapi katakan dengan lantang "Sudah semakin tua, ya mati sajalah" Kasar ya! Pantas kok!
Bangga ketika banyak melihat kekuatan anak bangsa yang mengekspresikan rasa solidaritasnya lewat beberapa jejaring sosial. Hingga sebuah tulisan yang sangat luar biasa menyentuh "Surat untuk Firman Utina dan cs", yang ditulis oleh sastrawan muda ES.Ito. Di dalam tulisannya, banyak cinta yang di lukiskan dengan rasa gembira.
"...Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira."
Tidak sulit untuk mencerna makna dari rasa gembira. Bebas dari tuntutan-tuntutan, menendang tanpa rasa takut, bertahan karena tidak mau kebobolan, menyerang karena ada peluang dan tangkap bolanya karena sebuah keharusan.
Ketika hari ini semua Gelora Bung Karno dipenuhi Merah darah pejuang bangsa, memegang erat Bendera Indonesia dan Lambang Garuda di dada, sepenuhnya kita sadari bahwa kita bersatu bersama. Kita telah benar-benar siap. Dan kita adalah sebuah kekuatan dan kebanggaan. Dari penyuka bola, sekelas tentara, tukang rokok keliling hingga kelas-kelas VIP, VVIP bahkan Khusus yang datang membela negara. Semua berteriak Indonesia. Semua bernyanyi lagu kebangsaan dan menggema! Semua mampu meredam amarah dan anarki. Semua mampu memegang janji nya untuk tidak bersikap mencoreng nama baik bangsa. Semua mampu menerima kemenangan dan kekalahan. Luar biasa! Kita semua bekerja sama dengan baik walaupun ada ekspresi yang sangat datar dari seorang paling tinggi disana. Mungkin beliau sedang stress atau memang diharuskna bersikap seperti itu? Sudahlah. Kita menang dengan terhormat kalahpun dengan terhormat.
Tidak ada Laser kali ini, atau gas elpiji 3 kg bahkan bau-bau kemenyan. Sekali lagi luar biasa. Malaysia sudah pasti binasa dengan sikap kita yang santun. Mereka harus bercermin lebih dalam sebelum berperang. Kita sudah siap untuk dihadapkan dengan apapun. Tinggal bagaimana kita menyatukan kekuatan memberantas virus-virus yang bisa membuat anak-anak muda penerus Indonesia menjadi SAKIT. Tidak peduli ia sudah terlalu tua, tidak peduli jabatannya berpengaruh, kitalah yang jadi penawar dan antibiotiknya. Kali ini, Malaysia yang membawa trophy-nya, tapi Indonesia membawa kebanggaan dan solidaritas.
Komentar
Posting Komentar