KARTINI MENYUSUI
KARTINI
MENYUSUI
Bahkan tidak semua perempuan mengenal sosok Kartini. Dan penulis
melihat sosok Kartini tidak lebih dari bahwa ia pernah memperjuangkan
Pendidikan yang setara bagi perempuan pada jamannya. Jadi apa yang menarik? Apa
kaitannya dengan Kartini Menyusui?
Kita sudah banyak membaca sejarah, bagaimana Kartini
bersungguh-sungguh ingin melanjutkan sekolah demi pendidikan yang layak, namun
ditentang oleh keluarganya. Kartini muda “dipaksa” untuk tidak kembali ke
sekolah dan segera menikah, padahal umurnya baru 12 tahun. Ia ditentang oleh
keluarganya sendiri. Di saat ia punya cita-cita yang panjang tentang
pendidikan, ia menikah dengan laki-laki yang bahkan tidak dikenalnya. Namun
beruntung, suaminya mendukung cita-citanya dengan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah.
Sekali lagi, Apa kaitannya dengan Kartini Menyusui?
Setelah seorang perempuan melahirkan anaknya, tanggung jawab
besarnya adalah menyusui. Menyusui bukan perkara mudah. Air Susu Ibu (ASI) tidak akan keluar begitu
saja tanpa adanya Hormon Prolaktin dan Oksitosin. Hormon Prolaktin berpengaruh terhadap produksi ASI,
sedangkan hormon oksitosin berpengaruh terhadap proses pengeluaran ASI. Produksi
ASI yang banyak tidak akan keluar apabila oksitosinnya tidak mendukung. Apa
yang bisa membuat produksi ASI tsb keluar? Bukan hanya makan dan minum yang
banyak, namun dukungan dari keluarga.
Tidak sedikit ibu
menyusui yang tidak didukung oleh keluarganya, bahkan ditentang dengan menilai
bahwa Sufor lebih baik gizinya dibanding ASI. Ya, pernah ada masa dimana Sufor
digalakkan bahkan diberikan sebagai buah tangan oleh Rumah Sakit. Namun, sekarang
berbeda, ada undang-undang yang mengatur tentang Asi Eksklusif.
Pemberian
air susu ibu ("ASI") eksklusif diatur dalam Pasal 128 UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu
eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Disebutkan jelas bahwa
pihak keluarga, pemerintah bahkan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh selama
pemberian ASI. Memangnya pernah ada seorang ibu yang tidak didukung? Jawabannya
adalah banyak.
Dengan hanya
mengatakan “Kok ASI-nya sedikit banget
sih? Gimana anaknya mau kenyang?” atau “Putingnya
gak ada, mana mau anaknya nyusu” atau bahkan “Maaf, kalau kamu mau tetap bekerja, tidak boleh ada waktu untuk
mempompa ASI. Kalau tidak setuju, lebih baik tidak usah bekerja.”
Pertanyaan-pertanyaan
itu saja sebenarnya sudah membuat Ibu ASI menjadi gundah. Ia akan memikirkan
hal tersebut lalu membuat oksitosin berkurang sehingga produksi ASI menurun.
Banyak yang bilang berlebihan, namun itulah kenyataannya. Ibu ASI
memperjuangkan hak ASI Eksklusif-nya demi kehidupan anaknya. Ia akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menciptakan oksitosinnya sendiri di lingkungan yang
tidak mendukungnya. Ia akan membangun rasa positif terhadap dirinya agar bayinya
bisa tetap menikmati ASI.
Sang Ibu harus
bisa menyusui bayinya tiap 2 jam sekali walaupun belum tidur pulas sejak selama
hamil dan setelah melahirkan. Ia harus tetap melayani suami dengan baik dan
membereskan urusan rumah tangga dengan rasa tanggung jawab. Ia menjadi seorang
Ibu yang multitasking. Untuk seorang Ibu yang baru saja melahirkan secara Caesar,
ia harus bangkit dari rasa sakitnya untuk bisa menyusui anaknya.
Tidak pernah
tuntas rasa perjuangan seorang Ibu menyusui, seperti layaknya Kartini yang
mempunyai cita-cita mulia yaitu mencerdaskan perempuan dengan pendidikan yang
layak. Sama halnya seperti seorang Ibu menyusui yang tidak pernah berhenti
berjuang untuk bisa memberikan asupan yang terbaik karena ia adalah Kartini
Menyusui.
Lita Regina Lubis
-Seorang Ibu yang sedang menyusui
anaknya-
Komentar
Posting Komentar